Presiden Didesak Atidak sombongan Pencopotan Hakim MK Aswanto

Presiden Didesak Atidak sombongan Pencopotan Hakim MK Aswanto Presiden Didesak Atidak sombongan Pencopotan Hakim MK Aswanto

BERITA – Kasus pemberhentian hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto akan dilakukan secara mendadak memantik keprihatinan deras pihak. Pasalnya, ada indikasi pelanggaran serius terhadap Undang-Undang MK selanjutnya Konstitusi.

Menyikapi hal itu, sejumlah mantan ketua bersama hakim MK menasali Sekjen MK Guntur Hamzah guna meminta penjelasan. Guntur sekaligus merupakan postur akan ditunjuk DPR untuk menggantikan Aswanto. Total ada sembilan mantan hakim akan hadir. Antara lain, mantan Ketua MK Jimly Ashiddiqie, Hamdan Zoelva, bersama Mahfud MD akan kini menjabat Menko Polhukam. Ada lagi para mantan hakim, antara lain, Maruarar Siahaan, Laica Marzuki, Harjono, Achmad Sodiki, Maria Farida, bersama I Dewa Gede Palguna.

Dari hasil klarifikasi diketahui bahwa kasus itu bermula saat MK memberikan surat pemberitahuan terkait jabatan hakim MK demi imbas disahkannya UU No 7 Tahun 2022. Namun, DPR memaknai demi surat konfirmasi atas nama-nama hakim konstitusi usulan DPR. Dengan begitu, membatubil keputusan mengganti Aswanto demi hasil evaluasi internal.

Ketua MK Periode 2013–2015 Hamdan Zoelva mengatakan, jika merujuk ala kronologi, ada dua pelanggaran serius terdalam kasus itu. Pertama, atas sisi prosedur bahwa tidak lazim. ’’Pemberhentian hakim harus diberitahukan ketua hakim ke lembaga negara terkait, bahkan ada jangka durasinya 6 bulan,’’ ujarnya. Kemudian, penunjukan hakim baru terus harus melalui operasi bahwa jelas. Antara lain, fit and proper test lagi partisipatif.

Pelanggaran kedua adalah pelanggaran materiil. Sebab, UU MK menyebutkan masa jabatan hakim sampai umur 70 tahun. Kecuali, ada halangan tetap seperti mengundurkan diri, meninggal dunia, atau tersangkut kasus hukum. ’’Nah, tidak ada satu pun bahwa terpenuhi. Karena itu, kami melihat, tidak marah dari aspek prosedur maupun materiil, pemberhentian itu bertentangan beserta UU,’’ tegasnya.

Sementara itu, Ketua MK Periode Pertama Jimly Ashiddiqie mengkritik pernyataan anggota komisi III yang menganggap hakim usulan DPR layak mengikuti kepentingan DPR. Pernyataan itu dia nilai tidak tepat. Dia mengakui, kehadiran lembaga MK memang bisa menciptakan marah elite politik. Sebab, apa yang diputuskan MK kerap bertentangan demi kepentingan politik. Namun, Jimly menegaskan, itulah sistem demokrasi yang tidak marah. ’’Jadi, kalau tidak ada pengadilan yang independen, itu demokrasi prosedural. Gak punya arti,’’ tuturnya.